Produk Jamu dan Herbal Indonesia Makin Prospektif di Pasar Global
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel dalam acara Webinar bertajuk ‘Jamu Modern untuk Pasar Asia, Afrika, Timur Tengah, dan Eropa’, Selasa (15/9/2020). Foto : Rifky/Man
Industri produk jamu dan herbal Indonesia ke depan dipastikan semakin prospektif di pasar domestik, regional, maupun global. Ceruk pasar sektor industri berbasis kearifan lokal ini kian terbuka lebar, terutama di era pandemi covid-19 yang belum berakhir untuk memasuki tatanan kehidupan baru dunia.
Hal tersebut dikemukakan Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel dalam acara Webinar bertajuk ‘Jamu Modern untuk Pasar Asia, Afrika, Timur Tengah, dan Eropa’, Selasa (15/9/2020) lalu. Menurutnya peluang pengembangan semakin besar karena respon masyarakat terhadap produk jamu atau tanaman obat dan produk herbal terus meningkat.
Oleh karena itu, para pelaku di sektor industri jamu dan herbal sesegera mungkin diharapkan oleh Wakil Ketua Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) ini dapat berbenah diri melakukan adaptasi pasar dan proses produksi sesuai dengan standar kesehatan yang digunakann saat ini.
“Para pelaku industri jamu dan herbal di era industri 4.0 harus mampu menangkap gaya hidup baru konsumen yang menginginkan produk sehat. Dengan demikian memaksa produsen melakukan proses produksi sesuai aturan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Upaya ini tidak mudah, namun tidak ada jalan lain untuk memenangkan pasar dan loyalitas konsumen yang semakin luas, beragam, dan milenial,” jelasnya.
Gobel melihat, jika pengusaha jamu dan produk herbal tidak mengikuti aturan CPOTB, mereka akan kehilangan momentum dan dalam kurun waktu 5 tahun ke depan akan banyak yang runtuh. Sebab filosofi berbisnis yang terpercaya menurutnya adalah siapapun yang tidak mengikuti perkembangan zaman dan teknologi, akan digulung di tengah pertumbuhan pasar yang masif.
“Oleh karena itu, saya berharap para pelaku industri jamu dan produk herbal sesegara mungkin melakukan berbagai terobosan. Hal ini untuk menjaga pasar, meremajakan mesin teknologi, membangun kompetensi layak bank, meningkatkan kualitas SDM, dan mendapatkan sertifikasi industri terstandar untuk untuk modalitas bertarung di pasar regional dan global,” terangnya.
Selain itu, Politisi Fraksi Partai Nasdem ini meminta agar para pelaku bisnis tersebut harus melakukan komunikasi yang intensif dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), asosiasi industri penyelenggara program kemitraan, dan kementerian terkait.
“Saya yakin, jika semua ini dilakukan secara bertahap dan tersencana industri jamu Indonesia berpotensi besar berada di jajaran produk-produk primadona ekspor. Produk jamu dan herbal Indonesia akan sejajar berada di level pelaku industri dunia bersama China, Korsel, dan India,” imbuhnya.
Potensi itu sangat mungkin dilakukan karena Indonesia memiliki sekitar 30.000 jenis tanaman herbal. Walaupun baru dimanfaatkan sekitar 1,5 persen saja menjadi produk bernilai tambah tinggi. Gobel melanjutkan apabila berbagai lembaga terkait bergotong royong dan fokus pada pengembangan produk jamu dan herbal nasional, nilai pasar yang bisa diraup akan lebih besar.
Data yang bisa dikutip dari Kementerian Perindustrian potensi nilai penjualan jamu di pasar domestik sekitar Rp 20 triliun dan ekspor Rp 16 triliun. Angka ini sangat kecil jika dibandingkan dengan penjualan produk herbal dunia yang mencapai sekitar 60 juta dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp 870 triliun per tahun.
Gambaran di atas merupakan tantangan bagi Indonesia untuk melaju dan meraup nilai tambah yang besar di produk jamu dan herbal. Jika ini berhasil, bukan saja membuka peluang pertumbuhan ekonomi yang lebih besar, tetapi juga potensi untuk mensejahterakan kalangan pelaku di industri kecil, menengah, dan koperasi.
“Momentum ini harus kita jadikan produk jamu dan herbal Indonesia ini di era pandemi dan tananan kehidupan baru masuk dalam jajaran industri dan produk primadona di pasar domestik, regional, dan ekspor,” tegas Politisi dapil Gorontalo ini mengakhiri. (er/es)